Selasa, 24 November 2015

MAKALAH MANAJAEMAN INVESTASI SYARIAH “Paradigma Manajeman Bisnis Syariah”

MAKALAH
MANAJAEMAN INVESTASI SYARIAH
Paradigma Manajeman Bisnis Syariah


 

















Pembimbing :
M. Ah. Subhan ZA, S.H.I., M.E.I.

Disusun Oleh :
·      Anis Abidah
·      Khotimatus Sholihah
·      Lutfi Rahardian
·      Uswatun Khoiroh


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDY EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
LAMONGAN

2015/2016 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,  seluruh keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan  makalah yang berjudul ”Paradigma Manajeman Bisnis Syariah”.
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini. Pertama, kepada Dosen pembimbing. Kedua, kepada kedua orang tua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan, atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kepada para pembaca dan para pakar, kami mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah yang telah kami susun ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya juga bagi kami sendiri.



Lamongan, 3 Oktober 2015



Penyusun        

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.  Tujuan Masalah........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma.........................................................................     2
B.  Pengertian Manajeman Syariah...........................................................     3
C.  Ruang Lingkup Bisnis Syariah............................................................     5
D. Landasan Pokok Bisnis Syariah..........................................................    11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................  13
B.  Saran ..................................................................................................   14
DAFTAR PUSTAKA




 BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Dalam kehidupan yang semakin lama semakin ketat kompetensi dalam bidang pekerjaan ini, kita dituntut untuk dapat mengatur segala sesuatu dengan sistematis, baik dan benar menurut syariat islam. Dalam menjalankan suatu proses kerja seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang manajemen dari pekerjaannya tersebut. Selain kita mengerti manajeman bisnis secara konvensional kita juga harus lebih mengerti tentang manajemen bisnis secara syariah.
Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut harus  berdasarkan aturan-aturan Allah. Oleh karena itu disini kami akan membahas sedikit tentang paradigma manajemen bisnis syariah.

B.            Rumusan Masalah
1.             Apa pengertian paradigma?
2.             Apa pengertian manajeman bisnis syariah?
3.             Bagaimana ruang lingkup bisnis syari’ah?
4.             Apa landasan pokok bisnis syariah?

C.           Tujuan Masalah
1.             Untuk mengetahui pengertian paradigma.
2.             Untuk mengetahui manajeman bisnis syariah.
3.             Untuk mengetahui ruang lingkup bisnis syari’ah.
4.             Untuk mengetahui landasan pokok bisnis syariah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian paradigma
Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko persoalan yang semestinya di pelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Paradigma di sini diartikan Thomas Kuhn sebagai kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu: Pertama, Prinsip (al-mabda), yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam. Kedua, dasar  (al-osas), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Al-Asas ini terdiri dari tiga dasar (pilar), yaitu: (1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah, (2) pemanfaatan kepemilikan (tasharruffi al-milkiyah)sesuai syariah, dan (3) distribusi kekayaan kepada masyarakat (taui’ al-tsarwah baina al-nas),melalui mekanisme syariah.
Dalam sistem ekonomi Islam, tiga dasar tersebut harus terikat dengan syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan ekonomi) wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah, Ai-Ashlu fial-afdl’ al-taqajyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar mengenai perbuatan manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam). Aqidah Islamiyah sebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa kecuali, termasuk aspek ekonomi.[1]

B.            Pengertian Manajeman Syariah
Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini memang belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga pengertianya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan.
Secara umum manajemen juga dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengajarkan tentang proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya bersama dengan sejumlah orang atau sumber milik organisasi.
Manajemen sendiri merupakan ilmu yang berhubungan dengan berbagai hal yang terkait dengan pengaturan, perancangan dan pengawasan dari suatu kegiatan termasuk juga bisnis.
Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut harus  berdasarkan aturan-aturan Allah. Aturan-aturan itu tertuang dalam Al-quran, Al-hadist dan beberapa contoh yang di lakukan oleh para sahabat.
Dari definisi yang di paparkan maka dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup manajeman syariah sangatlah luas, antara lain yaitu mencakup tentang pemasaran, produksi, mutu, keuangan, sumber daya alam, sumber daya manusia dll.
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produksi yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus di lakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.[2]
Seperti halnya manajeman konvensional, dalam manajeman syariah juga menerapkan empat fungsi standar seperti yang di paparkan oleh G.R Terry, diantaranya yaitu:
1.             Perencanaan (planning)
Planning merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan pendefinisian sasaran untuk kinerja badan usaha/organisasi dimasa depan dan untuk memutuskan tugas dan sumber daya yang digunakan dan di butuhkan untuk mencapai sasaran tersebut.
2.             Pengorganisaisan (organizing)
Organizing merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan suatu proses untuk merancang atau mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan efisien.
3.             Pengarahan (actuating)
Actuating merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan bagaimana menggunakan pengaruh memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
4.             Pengawasan (controlling)
Controlling menrupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan proses kegiatan pemantauan untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang di rencanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian.
Selain memiliki empat fungsi standar, manajeman syariah juga memiliki beberapa prinsip tersebut didasarkan pada UU No. 12 tahun 1998 tentang syariah, didalam UU tersebut menerangkan bahwa syariah adalah aturan perjajian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah, antara lain:
1)             Pembiayaan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2)             Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
3)             Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
4)             Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
5)             Pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina).
Manajemen dalam aliran islam memiliki dua pengertian yaitu sebagai ilmu dan sebagai aktivitas. Yang mana sebagai manajemen dipandang sebagai salah satu ilmu umum yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban sehingga hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Sedangkan sebagai aktivitas ia terikat pada aturan syara, nilai atau hadharah islam.[3]

C.           Ruang Lingkup Bisnis Syariah
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Responsibility).
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam. Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal dengan Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan menjaga prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya. Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika dalam hal ini etika bisnis syariah.[4]
Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1.             Selalu berpijak pada nilai-nilai ruhiyah
Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud, yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2.             Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram
Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
3.             Benar secara syar’i dalam implementasi
Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4.             Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat
 Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta. Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya. Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah. Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.
Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia akan mampu memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga memberikan manfaat bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat. Akhirnya, jadilah kaya yang dengannya kita bisa beribadah di level yang lebih tinggi lagi.
Bisnis syari’ah sebagaimana bisnis pada umumnya yang dibangun atas kerjasama berbagai pihak dalam mengembangkan usahanya. Namun kerjasama dalam bisnis syari’ah tidak hanya dibangun atas dasar keuntungan dan pertimbangan aspek duniawiyah saja, namun juga dibangun atas dasar keridhoan Allah. Keridhoan Allah diperoleh melalui implementasi prinsip-prinsip syariah dalam melaksanakan kerjasama bisnis.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggung jawabkan.
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1.             Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.             Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.             Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
a.    keselamatan keyakinan agama ( al din)
b.    kesalamatan jiwa (al nafs)
c.    keselamatan akal (al aql)
d.   keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e.    keselamatan harta benda (al mal)
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1.             Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
2.             Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.             Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4.             Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5.             Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6.             Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.             Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8.             Islam melarang riba dalam segala bentuk.[5]
D.           Landasan Pokok Bisnis Syariah
Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik. Antara akhlak dan ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak semat, melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap, maupun dalam bertingkah laku, sehingga mendekatkan diri kepada Allah swt dan beriman dengan sebenar-benarnya dapat terwujud. Untuk melihat akhlak manusia bertindak dalam kehidupan ekonomi maka baik kita lihat dulu posisi akhlak dalam struktur agama Islam.
Agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:
1.             Aqidah atau Iman
Merupakan keyakinan akan adanya Allah dan rasul yang dipilihnya untuk menyampaikan risalahnya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan dalam kitab suci, yang mengajarkan adanya hari akhirat, suasana kehidupan sesudah mati. Dalam menjalankan bisnis yang syariah seseorang harus memiliki aqidah yang baik dan benar sesuai dengan perintah Allah. Dan orang tersebut juga harus memiliki iman atau percaya kepada Allah bahwa Allah yang selalu memberikan yang terbaik kepada dirinya dan Allah juga selalu melihat apa yang kita kerjakan, maka dari itu dalam bisnis syariah kejujuran juga di utamakan.
2.             Syariah
Syariah disebut juga landasan pokok karena seorang pembisnis yang sukses juga harus memiliki syariah atau mengetahui syariah islam yang baik dan benar, maka disini seorang pembisnis dalam manajeman syariah bukan hanya harus menguasai ilmu ekonomi tetapi juga ilmu agama. Merupakan aturan Allah tentang pelaksanaan dari penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan dengan sesama makhluk, secara garis besar syariah meliputi dua hal pokok yaitu ibadah dalam arti khusus atau ibadh mahdah dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau ibadh ghair mahdah.
3.             Akhlak
Yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kepada umatnya berbisnis dengan jujur, sabar dan tidak seenaknya kepada para pesuruh atau pegawai. Maka dari itu mengapa landasan dasar manajeman bisnia syariah adalah akhlak karena dalam bisnis syariah kita harus meneladani akhlak-akhlak nabi dalam berbisnis.
Tiga komponen ajaran Islam, akidah, syariat dan akhlak merupakan suatu kesatuan yang integral tidak dapat dipisahkan.[6]
















BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:
1.             Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko persoalan yang semestinya di pelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
2.             Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Secara umum manajemen juga dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengajarkan tentang proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya bersama dengan sejumlah orang atau sumber milik organisasi. Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut harus  berdasarkan aturan-aturan Allah. Aturan-aturan itu tertuang dalam Al-quran, Al-hadist dan beberapa contoh yang di lakukan oleh para sahabat.
3.             Agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:
1)            Aqidah atau Iman
Dalam menjalankan bisnis yang syariah seseorang harus memiliki aqidah yang baik dan benar sesuai dengan perintah Allah.
2)            Syariah
Syariah disebut juga landasan pokok karena seorang pembisnis yang sukses juga harus memiliki syariah atau mengetahui syariah islam yang baik dan benar, maka disini seorang pembisnis dalam manajeman syariah bukan hanya harus menguasai ilmu ekonomi tetapi juga ilmu agama.
3)            Akhlak
Yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kepada umatnya berbisnis dengan jujur, sabar dan tidak seenaknya kepada para pesuruh atau pegawai.

B.            Saran
Dengan segala kekurangan yang ada dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan kritikan yang bersifat konstruktif demi perbaikan ke arah yang lebih baik.

















DAFTAR PUSTAKA

M. Dawam, Rahardjo. 2001. Ekonomi Islam. Jakarta: Tp.
Muhammad. 2004.  Manajeman dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Reza Rahmat, “Ruang Lingkup Bisnis Syariah”, dalam http://reza-rahmat.blogspot.co.id/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html. (11 Juni 2012)

Taqiyuddin, An-Nabhani. 1996. Membangun   Sistem   Ekonomi Alternatif  Perpspektif Islam. Jakarta: Risalah Gusti.










[1] An-Nabhani, Taqiyuddin,   Membangun   Sistem   Ekonomi Alternatif  Perpspektif Islam, (Jakarta: Risalah Gusti, 1996). 25-26.
[2] Muhammad, Manajeman dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 13-14.

[3] Ibid, 22-23.
[4] An-Nabhani, Taqiyuddin,   Membangun   Sistem   Ekonomi Alternatif  Perpspektif Islam,... 52-53.

[5]Reza Rahmat, “Ruang Lingkup Bisnis Syariah”, dalam http://reza-rahmat.blogspot.co.id/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html. (11 Juni 2012)


[6] Rahardjo, M. Dawam, Ekonomi Islam, (Jakarta: tp, 2001), 71.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar