MAKALAH
MANAJAEMAN
INVESTASI SYARIAH
“Paradigma Manajeman Bisnis Syariah”
Pembimbing :
M. Ah. Subhan ZA, S.H.I., M.E.I.
Disusun Oleh :
· Anis Abidah
· Khotimatus Sholihah
· Lutfi Rahardian
· Uswatun Khoiroh
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDY EKONOMI SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
LAMONGAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala
puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
seluruh keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul
”Paradigma Manajeman Bisnis Syariah”.
Kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada beberapa pihak yang telah berjasa dalam penyusunan makalah
ini. Pertama, kepada Dosen pembimbing. Kedua, kepada kedua orang tua.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan, atau bahkan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kepada para pembaca dan para pakar, kami
mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Terlepas dari
kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah yang telah kami
susun ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya juga bagi kami sendiri.
Lamongan, 3
Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan
Masalah........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Paradigma......................................................................... 2
B. Pengertian
Manajeman Syariah........................................................... 3
C. Ruang
Lingkup Bisnis Syariah............................................................ 5
D. Landasan
Pokok Bisnis Syariah.......................................................... 11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
13
B. Saran
.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan yang semakin lama
semakin ketat kompetensi dalam bidang pekerjaan ini, kita dituntut untuk dapat
mengatur segala sesuatu dengan sistematis, baik dan benar menurut syariat
islam. Dalam menjalankan suatu proses kerja seseorang harus mempunyai
pengetahuan tentang manajemen dari pekerjaannya tersebut. Selain kita mengerti
manajeman bisnis secara konvensional kita juga harus lebih mengerti tentang
manajemen bisnis secara syariah.
Manajeman
syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara
pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang
di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut harus berdasarkan aturan-aturan Allah. Oleh karena
itu disini kami akan membahas sedikit tentang paradigma manajemen bisnis
syariah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
paradigma?
2.
Apa pengertian
manajeman bisnis syariah?
3.
Bagaimana ruang
lingkup bisnis syari’ah?
4.
Apa landasan
pokok bisnis syariah?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui
pengertian paradigma.
2.
Untuk mengetahui
manajeman bisnis syariah.
3.
Untuk mengetahui
ruang lingkup bisnis syari’ah.
4.
Untuk mengetahui
landasan pokok bisnis syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
paradigma
Secara
etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka
berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar
para ilmuan tentang apa yang menjadi poko persoalan yang semestinya di pelajari
oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Paradigma
di sini diartikan Thomas Kuhn sebagai kerangka referensi atau pandangan dunia
yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Dengan pengertian itu,
paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu: Pertama, Prinsip (al-mabda), yaitu
Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti
sistem ekonomi Islam. Kedua, dasar
(al-osas), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar
dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi
landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Al-Asas ini terdiri dari tiga dasar (pilar),
yaitu: (1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah, (2) pemanfaatan
kepemilikan (tasharruffi al-milkiyah)sesuai syariah, dan (3)
distribusi kekayaan kepada masyarakat (taui’ al-tsarwah baina al-nas),melalui mekanisme
syariah.
Dalam sistem ekonomi Islam, tiga dasar tersebut harus terikat dengan
syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan ekonomi)
wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah, Ai-Ashlu fial-afdl’
al-taqajyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar mengenai perbuatan
manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam). Aqidah Islamiyah sebagai
paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus
ideologi sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa kecuali, termasuk
aspek ekonomi.[1]
B.
Pengertian
Manajeman Syariah
Secara
Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Perancis kuno,
yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini memang
belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga pengertianya
untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan.
Secara
umum manajemen juga dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengajarkan
tentang proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya bersama dengan
sejumlah orang atau sumber milik organisasi.
Manajemen
sendiri merupakan ilmu yang berhubungan dengan berbagai hal yang terkait dengan
pengaturan, perancangan dan pengawasan dari suatu kegiatan termasuk juga
bisnis.
Manajeman
syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara
pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang
di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut harus berdasarkan aturan-aturan Allah.
Aturan-aturan itu tertuang dalam Al-quran, Al-hadist dan beberapa contoh yang
di lakukan oleh para sahabat.
Dari
definisi yang di paparkan maka dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup manajeman
syariah sangatlah luas, antara lain yaitu mencakup tentang pemasaran, produksi,
mutu, keuangan, sumber daya alam, sumber daya manusia dll.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal,
baik produksi yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya.
Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus di lakukan tanpa paksaan
(ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang
tidak dilarang oleh islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.[2]
Seperti
halnya manajeman konvensional, dalam manajeman syariah juga menerapkan empat
fungsi standar seperti yang di paparkan oleh G.R Terry, diantaranya yaitu:
1.
Perencanaan (planning)
Planning merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan pendefinisian sasaran
untuk kinerja badan usaha/organisasi dimasa depan dan untuk memutuskan tugas
dan sumber daya yang digunakan dan di butuhkan untuk mencapai sasaran tersebut.
2.
Pengorganisaisan (organizing)
Organizing merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan suatu proses untuk
merancang atau mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas atau pekerjaan
diantara para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan
efisien.
3.
Pengarahan (actuating)
Actuating merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan bagaimana menggunakan
pengaruh memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
4.
Pengawasan (controlling)
Controlling menrupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan proses kegiatan
pemantauan untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti
yang di rencanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan
memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian.
Selain
memiliki empat fungsi standar, manajeman syariah juga memiliki beberapa prinsip
tersebut didasarkan pada UU No. 12 tahun 1998 tentang syariah, didalam UU
tersebut menerangkan bahwa syariah adalah aturan perjajian berdasarkan hukum
islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan
kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip
syariah, antara lain:
1)
Pembiayaan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2)
Pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah)
3)
Prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah)
4)
Pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
5)
Pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina).
Manajemen
dalam aliran islam memiliki dua pengertian yaitu sebagai ilmu dan sebagai
aktivitas. Yang mana sebagai manajemen dipandang sebagai salah satu ilmu umum
yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban sehingga hukum mempelajarinya
adalah fardhu kifayah. Sedangkan sebagai aktivitas ia terikat pada aturan syara,
nilai atau hadharah islam.[3]
C.
Ruang Lingkup Bisnis Syariah
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan
dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau
kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab
(Responsibility).
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan
semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam
ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas
semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam
muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan
sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium)
merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu
potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia
tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia
haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai
khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan
kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Tanggung Jawab (Responsibility)
terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan
kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena
manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia
itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya
diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa
hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain
sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam. Sebagai
yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal dengan
Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan meletakkan
bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara operasional
perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan menjaga prinsip-prinsip
tersebut dapat terwujud.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami
dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang
(akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika
bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti
perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan
karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan.
Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas,
kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk
memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di
Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan
berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa
dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk
ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan
perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya.
Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga
tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan
laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga merupakan wujud
memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika dikaitkan dengan
pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah juga bisa
meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung bagaimana
kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika
dan syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran, monopoli, kolusi
dan nepotisme cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari
masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak
menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka
pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika
demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka
pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan
komit terhadap prinsip-prinsip etika dalam hal ini etika bisnis syariah.[4]
Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at
Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada
umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi
kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis
pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya,
juga menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Untuk
membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya
melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri
tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1.
Selalu berpijak pada nilai-nilai
ruhiyah
Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai
ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud
ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai
ruhiyah ini harus terwujud, yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di
berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2.
Memiliki Pemahaman
Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram
Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta
(tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping
juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
3.
Benar secara syar’i dalam implementasi
Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek,
antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya
tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4.
Berorientasi Pada
Hasil Dunia dan Akhirat
Bisnis tentu di lakukan untuk
mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam.
Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah
madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan,
memang berupa harta. Namun, seorang
Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya. Namun
lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu
sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah. Hal itu terwujud
jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya
yaitu syariah Islam.
Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia
akan mampu memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga
memberikan manfaat bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat. Akhirnya, jadilah
kaya yang dengannya kita bisa beribadah di level yang lebih tinggi lagi.
Bisnis syari’ah sebagaimana bisnis pada umumnya yang dibangun atas
kerjasama berbagai pihak dalam mengembangkan usahanya. Namun kerjasama dalam
bisnis syari’ah tidak hanya dibangun atas dasar keuntungan dan pertimbangan
aspek duniawiyah saja, namun juga dibangun atas dasar keridhoan Allah.
Keridhoan Allah diperoleh melalui implementasi prinsip-prinsip syariah dalam
melaksanakan kerjasama bisnis.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur
dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya
bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan
sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan
kembali kepada Allah swt untuk dipertanggung jawabkan.
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan,
kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di
akhirat. Seorang fuqaha
asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum
Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat
manusia, yaitu:
1.
Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat
dan lingkungannya.
2.
Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek
kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.
Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa
maslahah yang menjadi puncak sasaran
di atas mencakup lima jaminan dasar:
a.
keselamatan keyakinan agama ( al din)
b.
kesalamatan jiwa (al nafs)
c.
keselamatan akal (al aql)
d.
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e.
keselamatan harta benda (al mal)
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1.
Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
2.
Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.
Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4.
Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5.
Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan
untuk kepentingan banyak orang.
6.
Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
7.
Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8.
Islam melarang riba dalam segala
bentuk.[5]
D.
Landasan
Pokok Bisnis Syariah
Ekonomi
suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik. Antara akhlak dan
ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan dengan demikian, akhlak
yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang
baik. Rasulullah tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak semat,
melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap, maupun
dalam bertingkah laku, sehingga mendekatkan diri kepada Allah swt dan beriman
dengan sebenar-benarnya dapat terwujud. Untuk melihat akhlak manusia bertindak
dalam kehidupan ekonomi maka baik kita lihat dulu posisi akhlak dalam struktur
agama Islam.
Agama
Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:
1.
Aqidah
atau Iman
Merupakan
keyakinan akan adanya Allah dan rasul yang dipilihnya untuk menyampaikan
risalahnya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan dalam kitab suci, yang
mengajarkan adanya hari akhirat, suasana kehidupan sesudah mati. Dalam
menjalankan bisnis yang syariah seseorang harus memiliki aqidah yang baik dan
benar sesuai dengan perintah Allah. Dan orang tersebut juga harus memiliki iman
atau percaya kepada Allah bahwa Allah yang selalu memberikan yang terbaik
kepada dirinya dan Allah juga selalu melihat apa yang kita kerjakan, maka dari
itu dalam bisnis syariah kejujuran juga di utamakan.
2.
Syariah
Syariah
disebut juga landasan pokok karena seorang pembisnis yang sukses juga harus
memiliki syariah atau mengetahui syariah islam yang baik dan benar, maka disini
seorang pembisnis dalam manajeman syariah bukan hanya harus menguasai ilmu
ekonomi tetapi juga ilmu agama. Merupakan aturan Allah tentang pelaksanaan dari
penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan dengan sesama
makhluk, secara garis besar syariah meliputi dua hal pokok yaitu ibadah dalam
arti khusus atau ibadh mahdah dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau
ibadh ghair mahdah.
3.
Akhlak
Yaitu
pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Nabi
Muhammad SAW telah mengajarkan kepada umatnya berbisnis dengan jujur, sabar dan
tidak seenaknya kepada para pesuruh atau pegawai. Maka dari itu mengapa
landasan dasar manajeman bisnia syariah adalah akhlak karena dalam bisnis
syariah kita harus meneladani akhlak-akhlak nabi dalam berbisnis.
Tiga
komponen ajaran Islam, akidah, syariat dan akhlak merupakan suatu kesatuan yang
integral tidak dapat dipisahkan.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat di
simpulkan sebagai berikut:
1.
Secara
etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka
berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar
para ilmuan tentang apa yang menjadi poko persoalan yang semestinya di pelajari
oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
2.
Secara
Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Perancis kuno,
yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Secara umum
manajemen juga dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengajarkan tentang
proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya bersama dengan sejumlah
orang atau sumber milik organisasi. Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan
untuk memperoleh hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah.
Oleh sebab itu maka segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan
manajeman tersebut harus berdasarkan
aturan-aturan Allah. Aturan-aturan itu tertuang dalam Al-quran, Al-hadist dan
beberapa contoh yang di lakukan oleh para sahabat.
3.
Agama
Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:
1)
Aqidah
atau Iman
Dalam menjalankan bisnis
yang syariah seseorang harus memiliki aqidah yang baik dan benar sesuai dengan
perintah Allah.
2)
Syariah
Syariah disebut juga
landasan pokok karena seorang pembisnis yang sukses juga harus memiliki syariah
atau mengetahui syariah islam yang baik dan benar, maka disini seorang
pembisnis dalam manajeman syariah bukan hanya harus menguasai ilmu ekonomi
tetapi juga ilmu agama.
3)
Akhlak
Yaitu pelaksanaan ibadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkan kepada umatnya berbisnis dengan jujur, sabar dan tidak seenaknya
kepada para pesuruh atau pegawai.
B.
Saran
Dengan segala kekurangan yang ada dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan kritikan yang bersifat konstruktif demi perbaikan ke arah yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Dawam, Rahardjo. 2001. Ekonomi
Islam. Jakarta: Tp.
Muhammad.
2004. Manajeman dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Reza Rahmat, “Ruang Lingkup Bisnis Syariah”, dalam http://reza-rahmat.blogspot.co.id/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html. (11 Juni 2012)
Taqiyuddin, An-Nabhani. 1996. Membangun
Sistem Ekonomi Alternatif Perpspektif Islam. Jakarta:
Risalah Gusti.
[1] An-Nabhani, Taqiyuddin, Membangun
Sistem Ekonomi Alternatif Perpspektif Islam, (Jakarta:
Risalah Gusti, 1996). 25-26.
[2]
Muhammad, Manajeman dana Bank Syariah,
(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 13-14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar